I love them.

I love them.
Experience is how life catches up with us and teaches us to love and forgive each other

Sabtu, 05 September 2009

Anna Renata

Gue baru aja buat cerpen untuk tugas Bahasa Indonesia gue, biasalah pak Budi. Gue cuman mau nanya pendapat kalian aja, apa yang kurang ya? Silahkan membaca cerpen panjang gue HAHAHA.

Anna Renata 

Perkenalkan namaku Anna Renata, aku terlahir sebagai manusia yang beruntung secara fisik dan menjadi manusia yang sangat tidak beruntung secara cinta.

Tepat di hari Selasa, 14 Juni 1994 aku dilahirkan oleh wanita yang sampai sekarang mengurus aku dengan cintanya dan kasihnya yang tak akan pernah dapat ku balaskan. Merasa beruntung mempunyai seorang ibu yang cantik, membuatku merasa fisik aku akan sempurna ditambah dengan kecantikan ibuku yang kemungkinan akan menurun padaku. Karena buah tidak akan pernah jatuh jauh dari pohonnya. Ayahku seorang yang sangat mencintaiku, menurut hatiku, namun kenyataannya sepertinya tidak akan sama. Saat aku lahir dia tidak ada untuk melihatku, dia lebih mementingkan pekerjaan yang menghasilkan sesuatu yang disebut uang.

Aku benci uang, namun aku membutuhkannya untuk kehidupanku. Begitu pula seperti ayahku. Aku benci ayahku, namun aku membutuhkannya untuk cintaku. Tak peduli sebagaimana pun dia tidak peduli terhadapku, dia akan selalu menjadi ayahku dan aku membutuhkannya. Ibuku bernama Selfita Nathasya dan ayahku Nicholas Hendrawan. Tuhan telah mengirimkan ku kepada mereka sebagai sesosok bayi yang sehat dan sempurna dan aku merasakan kebahagiaan mereka saat Tuhan telah mempercayai mereka.

         Dengan berjalannya waktu sepertinya Tuhan memberikan cobaan yang sangat berat kepada kami terutama kepadaku. Saat aku berumur 2 tahun, orangtuaku bertengkar hebat. Mungkin saat itu kalau aku sudah sebesar ini, aku akan menghalangi pertengkaran mereka. Mungkin aku tak akan merasakan hal yang aku rasakan. Hal yang membuatku ingin mengakhiri semuanya dikehidupan yang sebenarnya sudah berakhir, namun aku tetap memaksa untuk menghidupkan kehidupanku demi orang yang aku cintai yaitu ibuku.

         Aku bertanya dalam hatiku, “Mengapa kalian harus berpisah?” Namun aku selalu menjaga pertanyaanku itu di dalam hatiku karena aku pun tak akan pernah bisa menanyakan. Mulutku belum bisa mengucap, tapi kenyataan telah membuat hatiku berucap ketika aku masih sangat kecil. Sampai suatu saat aku sudah mengerti apa yang sebenarnya terjadi, ibu menceritakan semuanya.

         Mereka berpisah karena ayahku yang tak pernah ada perhatian kepada ibuku dan aku. Ibu merasa ayah terlalu memikirkan pekerjaannya dan ayah menjadi sangat pemarah akibat stress. Kami butuh kasih sayang, namun ia selalu memberikan uang yang bisa kami hilangkan dalam waktu satu detik saja. Namun, cinta dan kasihnya tak akan pernah kami hilangkan walau sejuta tahun lamanya. Akhirnya, mereka memilih untuk berpisah atau bercerai secara hukum dan agama. Aku diurus oleh ibuku, karena saat itu aku masih sangat kecil dan masih butuh kehangatan ibu. Aku sangat bersyukur karena ibuku yang merawatku dan aku selalu bersyukur karena Tuhan mengirimku kepada seseorang yang sangat kuat.

         Aku sekarang berumur 15 tahun dan siap untuk masuk ke SMA. Masa-masa yang banyak orang berkata adalah masa terindah. Namun, sepertinya takdir ku dengan mereka akan berbeda. Hari ini kami harus ke Bandara Soekarno-Hatta karena aku akan pindah ke luar negeri. Kami akan ke Amerika untuk waktu yang lama, karena ibuku mendapatkan pekerjaan disana. Merasa itu adalah kesempatan emas karena bisa jauh dari ayah yang selalu masih membayangi kami. Ya, ayahku masih membayangi kami. Dia bangkrut dan sangat menyesal telah melupakan dan meninggalkan kami, namun semuanya sudah terlambat percuma saja menangisi apa yang telah dilupakan karena kami tak akan pernah kembali.

         Hari ini tepat di hari ulangtahunku yang ditemani hujan yang sangat lebat, aku mendapatkan hadiah berupa kehidupan baru di tempat yang baru dengan orang yang baru. Namun aku juga kehilangan kehidupan lama di tempat yang sangat aku cintai dengan orang yang aku sayangi. Keluarga dan teman-teman mengantarku ke bandara, kecuali ayahku. Aku memeluk mereka semua seakan ini adalah waktu terakhir sejak pertama kali kami bertemu. Mereka menangis dan memelukku erat, berbicara panjang lebar untuk membuatku kembali. Namun, takdir sudah mengharuskan ku untuk pergi dari tempat yang aku cintai namun bisa menusukku dan membunuhku perlahan-lahan.

Setelah berpelukan dalam tangisan yang membuatku seakan tak dapat berkata apa-apa, tubuhku kaku dengan cinta mereka. Aku dan ibuku masuk dan tidak terlihat lagi oleh pandangan mereka. Namun aku masih bisa mendengar suara mereka memanggil namaku dengan tangisan dalam hatiku. Alam pun ikut menangis, menangisi kenangan lama yang ingin ku lupakan dan ku simpan rapat-rapat tanpa ingin membukanya kembali.

         Kami tiba di Amerika dengan mata sembab, penuh dengan barang bawaan, dan kenangan lama. Aku mengelilingi rumah baruku yang sudah dipenuhi barang-barang. Rumah putih minimalis yang sangat membuat aku merasa nyaman, banyak foto yang terpajang saat kita menaiki tangga untuk ke lantai atas. Pandanganku terhenti ketika melihat foto kecilku dengan ayah menggendongku di Pangandaran. Foto hitam putih yang membuatku merasa kehidupanku memang hitam putih tiada pernah berwarna.

Aku rindu masa kecilku dan gigi ompongku saat tertawa. Aku berjalan terus menelusuri tangga, lalu terhenti kembali melihat fotoku bersama teman-teman. Tiba-tiba air mataku membasahi pipiku tak dapat ku tahan semua ini, jiwaku seakan meneriaki semua orang yang menyakitiku dan menyayangiku. Aku pun berlari ke kamarku dan membanting tubuhku ke kasur dan memejamkan mataku membiarkan hatiku menangisi keadaanku. Ibuku melihat keadaanku hanya bisa berkata, “Ibu menyayangimu.”

Setelah dua bulan menyesuaikan kehidupan di Amerika. Aku pun masuk ke sekolah baruku yang bernama Veronica High School. Perasaan deg-degan dan penasaran bercampur menjadi satu. Namun, ketika masuk ke sekolah itu. Aku merasakan gejolak remajaku sangat bangkit dan menjadi seorang anak yang memberontak. Aku masuk kedalam kelompok wanita dan laki-laki berjumlah 9 orang setelah bersekolah selama 2 minggu.

Aku menjadi seorang yang amat sangat berbeda, menjadi anak yang sangat keras kepala dan tidak suka diatur. Aku juga menjadi pecandu narkoba ketika aku merasa diriku benar-benar dimatikan. Aku melihat ibuku mempunyai laki-laki lain dan lebih memperhatikan dia dibanding aku. Aku hanya mempunyai dia seorang dan ketika aku kehilangan dia, maka aku akan kehilangan seluruh jiwaku. Ketika itu teman-teman memberikan sebuah obat yang mereka bilang kepadaku bahwa itu akan membuat aku melupakan semuanya. Saat itu aku mencoba, saat itu pula aku dapat melupakan semuanya, tenggelam dalam reaksi obat yang membuat reaksi otak tak pernah berfungsi lagi.

Suatu ketika saat aku kehabisan obat-obatan itu, aku menjadi sangat lemas dan terus mencari dimana aku bisa menemukan obat yang sangat membuatku tenang. Tubuhku seakan sudah ketagihan dengan obat itu dan aku tak bisa melawannya, ketika itu aku merasa tubuhku tiba-tiba mati dan aku tergeletak tak berdaya dalam tangisan penyesalan.

Ketika bangun dari tidurku yang panjang, aku melihat muka ibuku tepat diatas pandanganku dan berkata, “Hai putri kecilku. Aku sangat merindukanmu.” Aku menangis dan memeluk ibuku dan berkata, “Aku sangat merindukanmu, maafkan aku, sungguh aku sangat menyesal.” Ibuku mengelus rambutku dan mencium keningku, lalu tersenyum dan menghapus air mataku.

Aku sangat bersyukur karena bisa memeluk tubuh ibuku dan meminta maaf karena telah menyakiti dan mengecewakannya. Dokter berkata bahwa aku dijinkan pulang, namun aku juga diberi tahu bahwa umurku tak akan panjang lagi. Bukan diberitahu sebenarnya, aku mendengar pembicaraan ibuku dan dokter yang mengurusku. Aku tersontak kaget dan tak percaya dengan hidupku yang bisa dihitung oleh jari. Aku benar-benar hancur ketika keluar rumah sakit karena aku mengidap AIDS, namun aku merasa seperti mempunyai semangat hidupku kembali dihidupku yang singkat.

Mengapa penyesalan selalu datang terlambat? Ketika aku mulai menghargai hidup yang Tuhan berikan, aku hanya diberikan waktu singkat untuk menghargai itu. Namun ketika penyakit itu makin lama membunuhku, aku merasa tubuhku semakin rapuh Aku tidak takut dengan kematian karena kematian adalah bagian dari kehidupanku. Namun yang membuatku tidak kuat  adalah melihat ibuku terus menangis karena keadaanku.

Hari ini adalah hari ulang tahunku ke 16 tahun, ketika itu aku merasa hidupku benar-benar terasa cepat. Sudah 1 tahun aku hidup di Amerika dan sudah 10 hari aku mengetahui bahwa aku akan meninggal dengan hitungan hari. Ketika itu aku melihat ke tempat tidur ku, aku melihat gaun putih yang diberikan ibu sebagai hadiah ulangtahunku. Aku memakainya dan melihat sebuah surat dari ibu .

Selamat ulangtahun, Putri kecilku yang sehat. Tidak pernah ku rasakan sebahagia ini, melihatmu tumbuh menjadi remaja yang cantik dan sehat. Ibu benar-benar bangga kepadamu. Maafkan ibu telah membuatmu menderita didalam hidupmu. Aku akan selalu mencintaimu dan merindukanmu, Anna Renata.

Tiba-tiba air mataku jatuh untuk terakhir kalinya. Karena saat itu aku merasa tubuhku telah habis dan aku tergeletak tanpa nafas dihidungku. Jantungku telah berhenti berdetak untuk hidup dikehidupan orang yang aku sayang. Selamat tinggal semuanya, terimakasih telah memberikanku kehidupan yang abadi di dalam hatiku.

Sebelum meninggalkan dunia dan kasih sayangnya, aku sempat menulis surat di rumah sakit kepada ibuku yang berisi :

Ibu terimakasih telah menjadi seseorang yang aku miliki. Seseorang yang baru aku sadari telah memberikan warna merah sebagai tanda cinta dalam hidupku yang hitam-putih ini. Maaf aku harus meninggalkanmu setelah  hampir 16 tahun kebersamaanku dengan mu. Aku akan selalu mencintaimu dan merindukanmu. Jangan pernah menangis karena aku, karena kita akan bertemu lagi nanti. Sampai jumpa Ibu, aku akan selalu menantimu disana. Salam cinta untuk semuanya.

Itu adalah kehidupanku yang menurutku sangat bermakna dan bila Tuhan memberikan ku hidup kembali, aku ingin bertemu dengan mereka lagi dan membuatnya lebih baik.


Gimana gimana gimana? Leave comment please ya

3 komentar:

Dira mengatakan...

keren banget kak, (Y)

Anonim mengatakan...

gw nangis bacanya..... sangat mengharukan...

Reynatte Nichole mengatakan...

makasih banget yah semuanya, wah NN terimakasih yaaah bisa sampe nangis gitu, hehe. jadi bener2 gimana gitu, hehehe. makasih bangeet!

You're the